Oleh:
Akrom Khasani, dkk.
Dipresentasikan dalam kuliah Fiqh Mawaris
I. PENDAHULUAN
Kata “ahli waris” – yang secara bahasa berarti keluarga- tidak secara
otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia.
Karena kedekatan hubungan kekeluargaan juga mempengaruhi kedudukan dan
hak-haknya untuk mendapatkan warisan. Terkadang yang dekat menghalangi yang
jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak dikategorikan sebagai ahli waris
yang berhak menerima warisan, karena jalur yang dilaluinya perempuan.
Apabila dicermati, ahli waris ada dua macam, yaitu ahli waris nasabiyah (ahli waris yang hubungan
kekeluargaannya timbul karena hubungan
darah) dan ahli waris sababiyah
(hubungan kewarisan yang timbul kerana sebab tetentu, yaitu perkawinan yang sah
dan memerdekakan hamba sahaya).[1]
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai siapa saja yang termasuk dalam
ahli waris nasabiyah dan ahli waris sababiyah, serta bagian-bagiannya yang
sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Nasabiyah?
B. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Sababiyah?
C. Apa yang Dimaksud dengan Furudh al-Muqaddarah?
D. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Ashab al-Furud?
E. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris ‘Ashabah?
A. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Nasabiyah?
B. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Sababiyah?
C. Apa yang Dimaksud dengan Furudh al-Muqaddarah?
D. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Ashab al-Furud?
E. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris ‘Ashabah?
III. PEMBAHASAN
A. AHLI WARIS NASABIYAH
A. AHLI WARIS NASABIYAH
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada al-muwarris didasarkan pada hubungan darah.[2]
Secara umum dapat dikatakan bahwasanya ahli waris nasabiyah itu seluruhnya ada 21 yang terdiri dari 13 kelompok laki-
laki dan 8 kelompok perempuan.
Ahli waris laki-laki didasarkan
urutan kelompoknya sebagai berikut:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki
dari anak laki-laki sampai seterusnya kebawah yaitu cicit laki- laki buyut
laki- laki dan seterusnya.
3.
Bapak.
4.
Kakek dari
garis bapak.
5.
Saudara
laki-laki sekandung.
6.
Saudara
laki-laki seayah saja.
7.
Saudara
laki-laki seibu saja.
8.
Anak laki-laki
dari saudara laki- laki kandung.
9.
Anak laki-laki
dari saudara seayah.
10.
Saudara
laki-laki bapak yang seibu sebapak
(kandung).
11.
Saudara
laki-laki bapak (dari bapak) yang sebapak saja.
12.
Anak laki-laki
dari saudara laki-laki bapak (paman) yang seibu sebapak
(
kandung).
13.
Anak laki-laki
paman yang seayah.[3]
Adapun Ahli waris perempuan
didasarkan kelompoknya ada 8 orang yaitu:
1.
Anak perempuan.
2.
Cucu perempuan
dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, yaitu cicit perempuan dari cucu
laki- lak, puit perempuan dari cicit laki-laki dan sererusnya.
3.
Ibu.
4.
Nenek dari ibu.
5.
Nenek dari
bapak.
6.
Saudara perempuan
sekandung.
7.
Saudara
perempuan sebapak saja.
8.
Saudara
perempuan seibu saja.[4]
Dilihat
dari arah hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan orang yang
berhak memperoleh bagian harta peninggalan atau antara orang yang mewariskan
dengan orang yang mewarisi, maka ahli waris nasabiyah
mennjadi tiga macam yaitu: Furu’ul Mayit,
Ushulul Mayit dan Al-Hawasyiy.
a) Furu’ul Mayit
Yang dimaksud yaitu anak keturunan orang yang meninggal dunia.
Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka itu adalah
hubungan nasab menurut garis keturunan lurus ke bawah (ahli waris terdekat).[5] Ahli waris yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1) Anak Laki-laki
2) Anak Perempuan
3) Cucu Laki-Laki
4) Cucu Perempuan dari garis laki-laki
b) Ushulul Mayit
Yang dimaksud dengan ushulul mayit yaitu orang-orang yang menyebabkan adanya lahirnya
orang-orang yang meninggal dunia. Atau dapat dikatakan pula yaitu orang-orang
yang menurunkan orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab orang yang meninggal
dunia dengan mereka itu (ahli waris) hubungan nasab menurut garis keturunan
lurus ke atas. Adapun yang termasuk dalam Ushulul
Mayit:
1) Ayah
2) Ibu
3) Kakek dari garis ayah
4) Nenek dari garis ibu
c) Al-Hawasyiy
Al-Hawasyiy ialah saudara, paman beserta anak mereka
masing-masing. Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka
itu adalah hubungan nasab ke arah menyamping. Adapun yang termasuk dalam ahli
waris Al-Hawasyiy adalah:
1) Saudara Laki-Laki yang sekandung
2) Saudara Perempuan yang sekandung
3) Saudara Laki-Laki seayah
4) Saudara Perempuan yang seayah
5) Saudara Laki-Laki seibu
6) Saudara Perempuan seibu
7) Anak Laki-Laki dari saudara laki-laki
sekandung
8) Anak Laki-Laki dari saudara laki-laki yang seayah
9) Paman sekandung
10) Paman sebapak
11) Anak laki-laki
dari paman sekandung
12) Anak laki-laki
dari paman seayah
B. AHLI WARIS SABABIYAH
Ahli
waris sababiyah adalah ahli waris yang hubungan kewarisannya timbul karena
sebab-sebab tetentu, yaitu:
1.
Sebab
perkawinan.
2.
Sebab
memerdekakan hamba sahaya.
Sebagai ahli waris sababiyah, mereka dapat menerima bagian warisan
apabila perkawinan suami isteri tersebut sah, baik menurut ketentuan hukum
agama dan memiliki bukti-bukti yuridis artinya perkawinan mereka dicatat
menurut hukum yang berlaku. Demikian juga memerdekakan hamba sahaya hendaknya
dapat dibuktikan menurut hukum.[6]
Jadi, dalam pembagian ahli waris sababiyah
yang menerima warisan adalah suami, istri, laki-laki yang memerdekakan si mayit
dari perbudakan dan perempuan yang
memerdekakan si mayit dari perbudakan[7]. Kedudukan
mereka sebagai ahli waris ditetapkan oleh firman Allah QS. An-nisa’ ayat 12 :
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua
dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) sesudah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati,
baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih
dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.”
C. FURUDL AL- MUQADARAH
Kata al-furudl adalah jamak dari kata al-fardl, artinya bagian atau ketentuan.
Al-Muqaddarah artinya ditentukan
besar kecilnya. Jadi, al-furudl al-muqaddarah maksudnya adalah
bagian-bagian yang telah ditentukan besar kecilnya di dalam Al-Qur’an.
Bagian-bagian tersebut itulah yang akan diterima oleh ahli waris menurut jauh
dekatnya hubungan kekerabatan.
Adapun macam-macam al-furudl al-muqaddarah yang diatur secara rinci dalam Al-Qur’an
ada enam, yaitu:
1.
Setengah /
separoh (1/2 = al-nisf)
2.
Sepertiga (1/3 = al-tsuluts)
3.
Seperempat (1/4 = al-rubu’)
4.
Seperenam (1/6 = al-sudus)
5.
Seperdelapan (1/8 = al-tsumun)
6.
Dua pertiga (2/3 = al-tsulutsain)
Dasar hukum dari al-furudl al-muqaddarah tersebut adalah
QS Al-Nisa’ ayat 11-12. Ketentuan tersebut pada dasarnya wajib dilaksanakan,
kecuali pada kasus-kasus tertentu, karena ketentuan tersebut tidak dapat
dilaksanakan secara konsisten. Misalnya apabila di dalam pembagian warisan
terjadi kekurangan harta, maka cara penyelesaiannya adalah masing-masing bagian
warisan yang diterima dikurangi secara proporsional, yang secara teknis
ditempuh dengan menaikkan angka asal masalah. Masalah ini disebut dengan
masalah ‘aul. Demikian juga apabila
terjadi kelebihan harta, maka kelebihanharta tersebut pada prinsipnya
dikembalikan kepada ahli waris secara
proporsional. Masalah ini disebut dengan masalah radd, yang secara teknis diselesaikan dengan menurunkan angka asal
masalah dengan jumlah yang diteriman ahli waris.[8]
D.
AHLI
WARIS ASHAB AL- FURUD
Yang
dimaksud dengan ahli waris Ashab al-Furud
yaitu ahli waris yang ditetapkan oleh syara’ memperoleh bagian tertentu dari al-furudl al-muqaddarah dalam pembagian
harta peninggalan.[9]
Adapun bagian-bagian yang diterima oleh ashab al-furudl adalah sebagai berikut:
1. Anak
perempuan, berhak menerima bagian:
a.
1/2 jika seorang, tidak bersama anak
laki-laki.
b.
2/3 jika dua orang atau lebih, tidak
bersama dengan anak laki-laki.
2. Cucu
perempuan garis laki-laki, berhak menerima bagian:
a. 1/2
jika seorang, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak terhalang (mahjub).
b. 2/3
jika dua orang atau lebih, tidak bersama cucu laki-laki dan mahjub
c. 1/6
sebagai penyempurna 2/3 (takmilah li
al-tsulutsain), jika bersama seorang anak perempuan, tidak ada cucu
laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak
perempuan dua orang atau lebih maka ia tidak mendapat bagian.
3. Ibu,
berhak menerima bagian:
a. 1/3
jika tidak ada anak atau cucu (far’u
warits) atau saudara dua orang atau lebih.
b. 1/6
jika ada far’u warits atau bersama
dua orang saudara atau lebih.
c. 1/3
sisa, dalam masalah gharrawain, yaitu
apabila ahli waris yang ada tediri dari: suami/istri, ibu, dan bapak.
4. Bapak,
berhak menerima bagian:
a. 1/6
jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki garis laki-laki.
b. 1/6
+ sisa, jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki.
Jika
bersama ibu, maka:
a. Masing-masing
menerima 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara dua orang atau lebih.
b. 1/3
untuk ibu, bapak menerima sisanya, jika tidak ada anak, cucu atau saudara dua
orang atau lebih.
c. 1/3
sisa untuk ibu, dan bapak sisanya setelah diambil untuk ahli waris suami atau
istri.
5. Nenek,
jika tidak mahjub berhak menerima
bagian:
a. 1/6
jika seorang.
b. 1/6
dibagi rata apabila nenek lebih dari seorang dan sederajat kedudukannya.
6. Kakek,
jika tidak mahjub berhak menerima
bagian:
a. 1/6
jika bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki garis laki-laki.
b. 1/6
+ sisa, jika bersama anak atau cucu perempuan garis laki-laki tanpa ada anaka
laki-laki.
c. 1/6
atau muqasamah (bagi rata) dengan
saudara sekandung atau seayah, setelah diambil untuk ahli waris lain.
d. 1/3
atau bagi rata bersama saudara sekandung atau seayah, jika tidak ada ahli waris
lain.
7. Saudara
perempuan sekandung, jika tidak mahjub
berhak menerima bagian:
a. 1/2
jika seorang, tidak bersama saudara laki-laki sekandung.
b. 2/3
jika dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung.
8. Sudara
perempuan seayah, jika tidak mahjub
berhak menerima bagian:
a. 1/2
jika seorang dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.
b. 2/3
jika dua orang atau lebih tidak bersama saudara laki-laki seayah.
c. 1/6
jika besama dengan saudara perempuan sekandung seorang.
9. Saudara
seibu, baik laki-laki atau perempuan kedudukannya sama. Apabila tidak mahjub, berhak menerima bagian:
a. 1/6
jika seorang.
b. 1/3
jika dua orang atau lebih.
c. Bergabung
menerima bagian 1/3 dengan saudara sekandung.
10.
Suami berhak menerima bagian:
a. 1/2
jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu.
b. 1/4
jika istri yang meninggal mempunyai anak atau cucu.
11.
Istri, berhak menerima bagian:
a. 1/4
jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu.
b. 1/8
jika suami yang meninggal mempunyai anak atau cucu.[10]
Jika seluruh ahli waris tersebut di atas
ada semua, maka tidak semuanya menerima bagian. Karena ahli waris yang dekat hubungan
kekerabatan, menghijab ahli waris
yang jauh. Maka, ahli waris yang dapat menerima bagian adalah:
a. Anak
perempuan 1/2
b. Cucu
perempuan garis laki-laki 1/6
c. Ibu 1/6
d. Bapak 1/6
+ sisa
e. Istri
atau suami 1/8 atau 1/4
Apabila
ahli waris laki-laki dan perempuan seluruhnya berkumpul, maka ahli waris yang
mendapat bagian adalah:[11]
a. Anak perempuan
Bersama-sama menerima
sisa
b. Anak
laki-laki
c. Ibu 1/6
d. Bapak 1/6
e. Suami 1/4 atau istri 1/8
E.
AHLI WARIS ‘ASHABAH
‘Ashabah adalah bentuk jama’ dari kata “aashib” yakni
ahli waris yang mendapat harta warisan dengan bagian yang tidak ditentukan
karena mendapatkan bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashab al-furudl. Sebagai ahli waris penerima
bagian sisa, ahli waris ‘ashabah
terkadang manerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima
bagian sedikit, tetapi terkadang tidak manerima sama sekali, karena telah habis
diberikan kepada ahil waris.
Di dalam pembagian sisa harta warisan yang memiliki hubungankekerabatan
yang berdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara pembagian
warisan ini, maka ahli ‘ashabah yang peringkat kekerabatannya berada di bawahnya,
tidak mendapatkan bagian. Dasar pembagiannya ini adalah perintah Rasulullah,
sebagai berikut:
اَلْحِقُوْا اْلفَرَاِئضَ
بِاَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لأَوْلىَ رَجُلٍ ذَكَرٍ
“Berikanlah
warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya dan jika tersisa, maka
diberikan kepada ahli waris laki-laki yang lebih berhak menerimanya.” (HR. al-Bukhori
dan Muslim)”[12]
Adapun
macam-macam ahli waris ‘ashabah ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. ‘ashabah bi
nafsih, yaitu ahli waris yang karena
kedudukan dirinya sediri berhak menerima bagian ‘ashabah. Ahli waris kelompok
ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah
(orang perempuan yang memerdekan hamba sahaya)
yaitu:
a)
Bapak
b)
Kakek
c)
Anak Laki-Laki Bapak
d)
Cucu Laki-Laki dari garis laki-laki
e)
Saudara
laki-laki sekandung
f)
Saudara
laki-laki seayah
g)
anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung
h)
Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah
i)
paman sekandung
j)
paman seayah
k)
Anak laki-laki
paman sekandung
l)
Anak laki-laki
paman seayah
m)
Mu’tiq dan atau Mu’tiqah (orang
laki-laki atau perempuan yang memerdekakan hamba sahaya)
2. ‘ashabah bi
al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa
karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa.
Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima bagian
tertentu (al-furudl al-muqaddarah).
Ahli waris penerima ‘ashabah bi al-ghair adalah:
a)
Anak perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki
b)
Cucu perempuan
garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki
c)
saudara
perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung
d)
Saudara
perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.[13]
3. ‘ashabah ma’a
al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima
bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli
waris lain yang tidak menerima bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada,
maka ia menerima bagian tetentu (al-furudl
al-muqaddarah). Ahli waris
yang menerima bagian ‘ashabah ma’a
al-ghair:
a)
Saudara perempuan
kandung yang keberadaannya bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan
dari anak lak-laki. Misalnya seseorang meninggal ahli warisnya terdiri dari seorang anak
perempuan, saudara permpuan sekandung dan ibu. Maka begian masing-masing
adalah:
1)
Anak perempuan 1/2
2)
Saudara perempuan sekandung ‘ashabah
3)
Ibu 1/6
b)
Saudara perempuan
seayah yang keberadaannya bersama dengan anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.[14] Misalnya, seseorang meninggal ahliwarisnya
terdiri dari: seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan garis laki-laki,
dan dua orang saudara perempuan seayah. Maka bagian masing-masing:
1)
Anak perempuan 1/2
2)
Cucu perempuan garis laki-laki 1/6
IV.
KESIMPULAN
Ahli waris
nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada al-muarris
didasarkan pada hubungan darah.[15]
Secara umum dapat dikatakan bahwasanya ahli waris nasabiyah itu seluruhnya ada
21 yang terdiri dari 13 kelompok laki- laki dan 8 kelompok perempuan. Ahli
waris sababiyah adalah ahli waris yang hubungan kewarisannya timbul karena
sebab-sebab tetentu, yaitu: sebab perkawinan dan sebab memerdekakan hamba
sahaya.
al-furudl al-muqaddarah
maksudnya adalah bagian-bagian yang telah ditentukan besar kecilnya di dalam
Al-Qur’an. Bagian-bagian tersebut itulah yang akan diterima oleh ahli waris
menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
Adapun macam-macam al-furudl al-muqaddarah yang diatur secara rinci dalam Al-Qur’an
ada enam, yaitu:
a.
Setengah /
separoh (1/2 = al-nisf)
b.
Sepertiga (1/3 = al-tsuluts)
c.
Seperempat (1/4 = al-rubu’)
d.
Seperenam (1/6 = al-sudus)
e.
Seperdelapan (1/8 = al-tsumun)
f.
Dua pertiga (2/3 = al-tsulutsain)
Sementara itu yang dimaksud dengan ahli waris Ashab al-Furud yaitu ahli waris yang ditetapkan oleh syara’
memperoleh bagian tertentu dari al-furudl
al-muqaddarah dalam pembagian harta peninggalan.
‘ashabah adalah ahli waris yang mendapat harta warisan dengan bagian yang
tidak ditentukan karena mendapatkan bagian sisa setelah diberikan kepada ahli
waris ashab al-furudl. Sebagai ahli
waris penerima bagian sisa, ahli waris ‘ashabah terkadang manerima bagian banyak (seluruh harta warisan),
terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak manerima sama sekali,
karena telah habis diberikan kepada ahil waris
V.
PENUTUP
Demikianlah
pemaparan dari kami selaku pemakalah, kami sangat menyadari bahwa baik
penulisan maupun penyampaian makalah ini sangat banyak kesalahan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif agar supaya kami dan pemakalah lain bisa lebih baik lagi. Dan semoga makalah ini bisa menjadi pelajaran yang baik bagi kita semua.
Amin.
[2]Ahmad
Rofiq, Fiqih Mawaris, hlm. 61.
[3]
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika,2008)hlm 82.
[5]Asymuni A. Rahman dkk,
Ilmu fiqih, (Jakarta: Departemen
Agama, 1986), hlm. 54.
[9]Asymuni A. Rahman dkk,
Ilmu fiqih, hlm. 70.
[12] Muhammad bin Shalih al-Ustmani, Panduan Praktis Hukum Waris, (Bogor:
Pustaka Ibnu Kasir, 2006), hlm. 96.
[13]Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, hlm. 73-74.
No comments:
Post a Comment