Sunday, November 20, 2016

ASAL USUL DAN LANGKAH LANGKAH PENELITIAN HADIS

Dipresentasikan dalam kuliah Naqd al-Hadis

I.              Pendahuluan
Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang harus dipahami. Namun sejak zaman sahabat hingga sekarang banyak hadis palsu maupun dhaif yang beredar luas di masyarakat, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang dapat menimbulkan pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab itu penting bagi setiap muslim untuk memilah hadis yang digunakan untuk sebagai dasar hukum dalam menjalankan syariat Islam.
Untuk mengetahui otentik atau tidaknya sumber hadis tersebut maka kita harus mengetahui dua unsur yang sangat penting yaitu sanad dan matan. Kedua unsur tersebut mempunyai hubungan fungsional yang dapat menentukan eksistensi dan kualitas suatu hadis. Sehingga sangat wajar para muhadditsin sangat besar perhatiannya untuk melakukan penelitian hadis dengan tujuan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas sehingga hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya. Dalam hal ini, yang menjadi permasalahan adalah banyak orang Islam yang tidak dapat membedakan dan menentukan antara hadis dhaif dan shahih. Sering kali dalam menggunakan sebuah hadis tidak diperhatikan sanadnya dan hanya menggunakan matannya saja.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai asal usul penelitian hadis, dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian hadis.

II.           Rumusan Masalah
A.      Bagaimana asal usul penelitian hadis?
B.       Bagaimana langkah langkah dalam penelitian hadis?

III.        Pembahasan
A.      Asal Usul Penelitian Hadis
Naqd hadis atau penelitian hadis sebenarnya telah terjadi sejak masa Rasulullah SAW. Kritik sebagai upaya membedakan informasi yang benar dan yang salah pada masa Rasulullah SAW lahir dalam bentuk konfirmasi sahabat kepada Nabi atau kepada sahabat lainnya. Pada waktu itu, para sahabat memang belum menemukan kendala yang berarti dalam memahami hadis, mengingat semua kendala yang menyangkut kebenaran informasi ataupun kontroversi pemahaman dengan mudah dapat dikonfirmasikan kepada sumber primernya, yaitu Rasulullah SAW.
Contoh kasus yang sering ditemukan oleh para pakar adalah ketika Rasulullah SAW memerintahkan sejumlah sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraizhah. Sebelum berangkat beliau berpesan: La Yushalliyanna ahadun al-Ashrailla fi Bani Quraizhah. “Janganlah ada salah seorang di antara kamu yang shalat ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah”. Perjalanan tersebut cukup memakan waktu, sehingga diperkirakan sebelum mereka sampai di tempat yang dituju, waktu Ashar telah habis. Oleh karenanya sebagian sahabat memahaminya sebagai perintah Nabi untuk bergegas dalam perjalanan dan sampai pada waktu masih Ashar, mereka pun shalat Ashar pada waktunya walaupun belum tiba di tempat tujuan. Tetapi sahabat yang lain memahaminya secara tekstual, oleh karenanya mereka baru melakukan shalat Ashar setelah sampai di perkampungan Bani Quraizhah,  meskipun waktu Ashar telah berlalu. Kasus yang paling populer untuk menunjukkan naqd al-hadis pada masa sahabat ialah penolakan Aisyah terhadap hadis yang disampaikan oleh Ibn Umar dan Abu Hurairah tentang seorang mayat akan disiksa karena tangisan keluarganya.[1]
Pada masa Nabi, kritik hadis seperti sangat mudah, karena keputusan tentang otentitas sebuah hadis berada di tangan Nabi sendiri. Lain halnya sesudah Nabi wafat, kritik hadis tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada Nabi, melainkan kepada orang yang ikut mendengar atau melihat hadis itu dari Nabi.[2]
Kondisi politik yang memanas pada masa-masa akhir Khulafa al-Rasyidin, khususnya setelah terjadinya pembunuhan Utsman dan peperangan antara Ali dan Muawiyah, telah menyebabkan terjadinya upaya memanipulasi berita yang disandarkan kepada Nabi untuk kepentingan pribadi dan golongan. Oleh karenanya untuk menjaga kemurnian dan memelihara kebenaran hadis, maka muncul beberapa pakar yang dengan gigih membendung segala upaya pemalsuan dan penyebaran informasi yang disandarkan pada Nabi.
Pada masa setelah Khulafa’ al-Rasyidin, Ulama Madinah yang terkenal kritis dan selektif dalam menerima hadis antara lain Ibnu al-Musayyab, al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Salim bin Abd Allah bin Umar, Ali bin Husein Ali.[3]
Dalam masa yang cukup panjang ini, telah terjadi pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan berbagai tujuan. Atas kenyataan ini, maka Ulama hadis dalam usahanya menghimpun hadis Nabi banyak yang mengadakan penelitian dan penyeleksian terhadap hadis Nabi.[4]

B.       Langkah Langkah dalam Penelitian Hadis
Dalam studi hadis, persoalan sanad dan matan merupakan dua unsur yang penting yang menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis sebagai sumber otoritas ajaran Nabi Muhammad SAW. Kedua unsur tersebut begitu penting artinya, antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan erat, sehingga kekosongan salah satunya akan berpengaruh dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis.[5]
Dalam rangka menghadapi gerakan pemalsuan hadis, para ahli hadis telah mengembangkan sebuah metode penelitian untuk membedakan antara hadis otentik dengan hadis yang lemah atau palsu.[6] Langkah-langkah dalam melakukan penelitian hadis adalah sebagai berikut:
1.    Takhrij al-Hadis
Kata at-takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”. Kata at-takhrij sering dimutlakkan pada beberapa macam pengertian, yaitu:
a.    Al-istinbat (hal mengeluarkan).
b.    At-tadrib (hal melatih atau hal pembiasaan).
c.    At-taujih (hal memperhadapkan).
Adapun pengertian at-takhrij yang digunakan untuk maksud kegiatan penelitian hadis ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersngkutan.[7]
2.    I’tibar Sanad
Seteleh dilakukan at-takhrij sebagai langkah awal penelitian hadis, maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan al-i’tibar.
Menurut bahsa, al-i’tibar berarti “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis”. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja. Dengan dilakukannya al-i’tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya dan metode periwayatan yang digunakan.[8]
3.    Jam’ur Ruwah
Jam’ur Ruwah (جمع الرواة) terdiri dari dua kata, yaitu kata jam’un  (جمع) yang artinya himpunan, kumpulan dan kata ruwah (رواة) merupakan jama’ taksir dari lafadz rowi (راوى) yang artinya orang yang meriwayatkan atau orang yang menceritakan. Jadi jam’ur ruwah (جمع الرواة) adalah himpunan atau kumpulan para perawi yang menceritakan atau meriwayatkan apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seorang (gurunya) mengenai hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.[9]
4.    Ittishal Sanad
Ittishal sanad atau persambungan sanad yaitu tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat hadis terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung sampai akhir sanad dari hadis itu.[10]
5.    Naqd Sanad
Melakukan naqd atau penelitian sanad ini berkisar tentang kualitas dari para perawi hadis. Meneliti apakah perawi-perawi dalam hadis tersebut sudah memenuhi kriteria-kriteria seorang periwayat. Seperti tentang keadilan dan kedhabithannya. Kemudian tentang persambungan sanadnya, apakah antara periwayat satu dengan periwayat yang lainnya itu bersambung dengan mendengar langsung misalkan seorang murid terhadap gurunya, ataukah terputus yakni tidak ada kejelasan antara periwayat satu dengan periwayat yang lain. Dalam penelitian sanad juga kita akan meneliti apakah ada syuzuz (kejanggalan) dan ‘illah (cacat) dalam sanad tersebut.[11]
6.    Natijah Sanad
Langkah selanjutnya dalam penelitian sanad hadis ialah mengemukakan kesimpulan hasil penelitian. Langkah penyimpulan merupakan kegiatan akhir penelitian sanad hadis. Hasil penelitian yang dikemukakan harus berisi natijah (kongklusi). Dalam mengemukakan natijah harus disertai argumen-argumen yang jelas, semua argumen dapat dikemukakan sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.
7.    Naqd Matan
Penelitian terhadap matan hadis meliputi langkah-langkah sebagai baerikut; pertama, meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya. Kedua, meneliti susunan lafadz berbagai matan yang semakna. Ketiga, meneliti kandungan matan.[12]
Suatu matan dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matan hadis yang shahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.    Sanadnya shahih.
b.    Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau hadis ahad yang shahih.
c.    Tidak bertentangan dengan petunjuk Al Qur’an.
d.   Sejalan dengan alur akal sehat.
e.    Susunan pernyataannya menunjukkan cirri-ciri kenabian.[13]
8.    Penyimpulan Kualitas Hadis
Setelah langkah-langkah penelitian hadis selesai dilakukan, maka langkah terakhir yang dilakukan adalah menyimpulkan kualitas hadis. Apakah hadis itu shahih, hasan, da’if ataupun maudzu’. Apabila dalam penelitian hadis yang meliputi penelitian sanad dan matan hadis tidak ditemukan kejanggalan dan kecacatan, maka hadis tersebut dapat dikatakan hadis shahih. Hasil penyimpulan kualitas hadis harus disertai argumen-argumen yang jelas.

IV.         Penutup
A.      Kesimpulan
Naqd hadis atau penelitian hadis sebenarnya telah terjadi sejak masa Rasulullah SAW. Kritik sebagai upaya membedakan informasi yang benar dan yang salah pada masa Rasulullah SAW lahir dalam bentuk konfirmasi sahabat kepada Nabi atau kepada sahabat lainnya.
Dalam masa yang cukup panjang ini, telah terjadi pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan oleh beberapa golongan dengan berbagai tujuan. Atas kenyataan ini, maka Ulama hadis dalam usahanya menghimpun hadis Nabi banyak yang mengadakan penelitian dan penyeleksian terhadap hadis Nabi
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian hadis sebagai berikut:
1.    Takhrij al-Hadis
2.    I’tibar Sanad
3.    Jam’ur Ruwah
4.    Ittishal Sanad
5.    Naqd Sanad
6.    Natijah Sanad
7.    Naqd Matan
8.    Penyimpulan Kualitas Hadis

B.       Kata Penutup
Demikian makalah ini pemakalah susun tentang asal usul dan langkah langkah umum penelitian hadis, pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar dalam penyampaian makalah selanjutnya lebih baik. Semoga makalah ini dapat menambah keilmuan dan memberi manfaat bagi kita semua. Amin.



[1]Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 69 – 70
[2]Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 80
[3]Suryadi, Op. Cit., hlm. 71
[4]M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang,1995), hlm. 4
[5]M. Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunah, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 174
[6]Ali Masrur, Teori Common LinkG.H.AJuynbool Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm 110 – 111
[7]M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 41 – 43
[8]Ibid, hlm. 51 – 52
[9]Ahmad Husain, Kajian Hadits Metode Takhrij, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), hlm. 90 – 91
[10]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Hamzah, 2009), hlm. 233
[11]M. syuhudi Ismail, Op. Cit.,  hlm. 65
[12]Ibid, hlm. 97 – 121
[13]Bustamin dan M. Isa, Op. Cit, hlm. 64

No comments:

Post a Comment