Oleh:
Akrom Khasani
Dipresentasikan dalam kuliah Metodologi Pembelajaran
I.
PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya sebagai
basis dan benteng yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa.
Pendidikan merupakan suatu media sosialissi nilai-nilai luhur. Sementara itu,
kualitas dari pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar,
dan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh berbagai komponen yang terkait
satu sama lain, yaitu input peserta didik, kurukulum, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru sebagai
pendidik adalah berkenaan dengan prinsip-prinsp belajar dan asa-asas
pembelajaran. Pemahaman dan ketreampilan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan
asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu mengelola proses pembelajaran
secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembeajaran.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
definisi Asas-asas Pembelajaran?
B.
Apa
saja Asas-asas Pembelajaran?
C.
Apa
pentingnya Asas-asas Pembelajara?
D.
Bagaimana
praktek Asas-asas Pembelajaran dalam mata pelajaran PAI?
III.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), asas berarti hukum
dasar, suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar. Sedangkan prinsip adalah asas
atau dasar yang dijadikan pokok pikiran, bertindak, dan sebagainya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah sama, karena menjadi pokok
dasr baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction”
yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere”
yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah
menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku
perubahan.[1]
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha terencana
dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri
peserta didik. Pembelajaran disebut juga usaha mengelola lingkungan dengan
sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.
Jadi, inti dari pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak
akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada peserta didik.[2]
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.Kegiatan pembelajaran dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber
belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.[3]
Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif
mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna
bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan
rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus
dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata
lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan
bertindak untuk menciptakan proses belajar.
B.
Asas-asas
Pembelajaran
1.
Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang
dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap
pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa.
Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu
siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan
oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan
dalam pengajaran terutama terhadap siswa
pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk
mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat, maksud dan tujuan
peragaan ialah memberikan variasi dalam cara-cara mengajar, memberikan lebih
banyak realitas dalam mengajar, sehinga lebih wujud, lebih terarah untuk
mencapai tujuan pelajaran.[4]
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar,
menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan
bermacam-macam alat peraga.
b.
meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c.
Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d.
Menyelenggarakan karya wisata
Dasar psikologi penerapan asas peragaan
tersebut yakni, suatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui
pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan:
Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan
percobaan-percobaan yang bisa diamati oleh siswa. Peragaan tidak langsung,
dengan menunjukkan benda tiruan atau suat model. Contoh: gambar, boneka,
film, foto dan sebagainya.
2.
Minat dan Perhatian
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sementara perhatian, di sini
mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Seorang siswa yang menaruh
minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak
daripada siswa lainnya. Kemudian karena perhatian yang intensif terhadap materi
itulah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai
prestasi yang diinginkan.[5]
Minat dan
perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang
berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut.
Akan tetapi terkadang perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam
pelajaran yang diajarkan, oleh karena itu diperlukan kecakapan seorang guru
untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta didik. Untuk membangkitkan perhatian
dan minat yang disengaja guru harus:
a. Dapat
menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi siswa.
b. Berusaha
menghubungkan apa yang diketahui siswa dengan bahan yang disajikan.
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi
belajar yang sehat, berusaha menghindarkan hukuman.
d. Mengajar dengan persiapan yang baik,
menggunakan meia,menghindari hal-hal yang tidak perlu, mengadakan selingan
sehat.
3.
Motivasi
Motivasi bersal
dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian
ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan
yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta
didik yang sedang belajar untuk perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah
proses yang member semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam
artian, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah,
dan bertahan lama.
Menurut Prasetya Irawan dkk. mengutip hasil penelitian Fyan dan
Maehr bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang
keluarga, kondisi atau konteks sekolah, dan motivasi. Maka faktor terakhir
merupakan faktor yang paling baik.[6]
Dalam hal ini motivasi belajar sangat berperan mendorong peserta
didik mencapai keberhasilan belajar mereka. Keberhasilan yang diraihnya tentu akan
menghasilkan kepuasan pada diri peserta didik. Oleh karena itu, arti penting
keberhasilan belajar mendorong guru harus terampil mengembangkan strategi
motivasi khususnya yang berkaitan dengan pencapaian belajar. Cara yang dapat
dilakukan guru antara lain:
a.
Menggunakan
pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif bukan ancaman atau
sejenisnya.
b.
Memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk segera menggunakan atau mempraktikkan pengetahuan
yang baru dipelajarinya.
c.
Meminta
kepada peserta didik yang telah menguasai suatu keterampilan atau pengetahuan
untuk membantu teman-temanya yang belum berhasil.
d.
Membandingkan
prestasi peserta didik dengan dirinya di masa lalu atau dengan suatu standar
tertentu, bukan dengan peserta didik yang lain.[7]
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception
(Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran, menyatukan dan
mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan
demikian memahami dan menafsirkanya.
Apersepsi menurut Herbart adalah memperoleh
tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Dalam hal ini
terjadi sosiasi antara tanggapan yang baru dengan tanggapan yang lama. Herbart
mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk memahami sesuatu yang belum
diketahui. Apersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu, karena
itu pelajaran harus selalu dibangun atas pengetahuan yang telah ada.
Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan
langkah-langkah berikut:
a.
Kejelasan, sesuatu
diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang terutama aktif
(memberi) dan murid “Pasif” (menerima). Cara mengajar memberitahukan.
b.
Asosiasi, anak-anak
diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru dengan
pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak di sini lebih aktif. Metode mengajar:
Tanya Jawab, Pertanyaan.
c.
Sistem, di sini bahan
baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Ini hanya mingkin,
jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya. Metode: Menjelaskan, Ceramah.
d.
Metode, anak-anak
mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan memberi petunjuk di
mana perlu.[8]
5. Korelasi dan
Konsentrasi
Yang dimaksud dengan korelasi disini
adalah hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang
berfungsi untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat
menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan
pelajaran dengan realita sehari-hari. Karena dalam realitasnya, pembelajaran di
sekolah masih banyak menggunakan strategi pembelajaran yang hanya berupaya
untuk menghabiskan materi pembelajaran semata sehingga kurang memberi makna
bagi peserta didik. Oleh karena itu, agar aktivitas pembelajaran mampu
memberikan makna bagi peserta didik yang belajar, guru perlu mengembangkan
strategi pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupa
sehari-hari.[9]
Ada tiga
tahapan dalam pelaksanaanya, yakni:
a. Tahap inisiasi, guru dapat menarik perhatian
siswa dengan alat peraga, supaya kelas dapat memiliki topik, siswa dibentuk
kelompok dan tiap kelompok diberi permasalahanya masing-masing.
b. Tahap pengembangan, pada tahap hal ini
kelompok-kelompok diterjunkan langsung kelapangan untuk mencari sumber
data untuk materi diskusi, laporan ditulis lengkap, para siswa diharapkan dapat
berpartisipasi secara aktif dan guru bertindak sebagai pedamping.
c. Tahap kulminasi, sebagai tahap akhir,
setelah semua kelompok dapat menyelesaikan laporan yang mereka buat maka
diadakan diskusi kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para siswa dapat
berperan aktif.
6.
Individualisasi
Siswa merupakan individu yang unik, artinya
tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu
dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.[10]
Setiap guru tentu menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas
misalnya, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau karakteristik. Perbedaan
individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi
yang berbeda dengan anak didik lainya, akan berbeda dengan guru yang memandang
anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal.
Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik.
Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pembelajaran.[11]
Guru sebagai penyelenggara kegiatan
pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada semua keunikan yang
melekat pada tiap siswa, misalnya dengan:
a.
Menentukan penggunaan berbagai metode yang
diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya.
b.
Merancang pemanfaatan berbagai media dalam
menyajikan pesan pembelajaran.
c.
Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga
dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang
bersangkutan.
d.
Memberikan remidiasi ataupun pertanyaan kepada
siswa yang membutuhkan.[12]
6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif menggambarkan makna
yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar
dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.[13]
Pembelajaran koopertif merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil (small
goup), yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).[14]
Yang dimaksud dengan koopersi di sini adalah
belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal ini dianggap penting untuk menjalin
hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya, juga hubungan guru
dengan siswa.
Adapun keuntungan-keuntungan kooperatif antara
lain:
a.
Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,
akan tetapi dapat menambah kepercayaan berpikir sendiri, menentukan informasi
dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain;
b.
Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide
orang lain;
c.
Membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan;
d.
Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar;
e.
Meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain, dan mengembangkan keterampilan
memanage waktu;
f.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide
dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.[15]
Ada
beberapa jenis kerja sama, William Burton membagi kelompok kerja sama tersebut
antara lain:
a.
Kerja kelompok, untuk memecahkan suatu problem,
menganalisis masalah, pembagian tugas, kegiatan penyelidikan, dan kesimpulan.
b.
Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan
debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan masalah.
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau
metode yang tidak hanya mengutamakan tercapainya kualitas siswa yang kognitif
melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya seperti kesadaran siswa
menyadari hakikat dirinya, hakikat hubungannya dengan orang lain dan
lingkungannya.
C. Arti
Penting Asas-asas Pembelajaran
Sebelum membahas peranan atau arti penting asas
pembelajaran, akan disinggung sedikit tentang didaktik dan metodik. Didaktik
dapat dipahami dengan suatu ilmu yang membicarakan prinsip-prinsip dalam
penyampaian pelajaran. Didaktik adalah sebagian dari pedagogik atau ilmu mengajar.
Didaktik dapat dibagi menjadi dua yaitu
didaktik umum (prinsip-prinsip umum yang berkenaan dengan penyajian bahan
pelajaran) dan didaktik khusus (membicarakan tentang cara mengajarkan tentang
suatu mata pelajaran tertentu). Didaktik khusus juga disebut dengan Metodik
atau disebut dengan metodologi Pengajaran dan terbagi dalam dua bagian, metodik
umum dan khusus.[16]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari
metodologi pembelajaran.
Adapun peranan atau arti penting asas atau
metodologi pembelajaran agama bagi calon guru atau pendidik agama adalah:
1.
Membahas tentang berbagai prinsip,
teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru
dapat memilih metode manakah yang layak dipakai. Sehingga tujuan pengajaran
dapat tercapai.
2.
Terlalu luasnya materi agama dan sedikitnya
waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan, dalam hal ini bagaimana seorang
guru berusaha mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan agama. Di sinilah
fungsi metodologi pengajaran agama, jika seorang guru mempelajarinya dengan
baik dapat memahami desain dan rancangan yang sesuai dengan pengajaran.
3.
Sifat pengajaran agama lebih banyak menekankan
pada segi tujuan afektif (sikap) dibanding tujuan kognitif, menjadikan guru
agama lebih bersifat mendidik dari pada mengajar. Metodologi pengajaran agama
turut memberikan distribusi pengetahuan terhadap calon guru yang diharapkan.
D. Praktek Asas-asas Pembelajaran dalam Mapel
PAI
Bilamana dikaitkan dengan pengajaran agama
islam yang harus disampaikan siswa di sekolah maupun madrasah, maka batasannya
terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih cocok dalam penyampaian
materi dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakah yang seharusnya
diterapkan.
Pendidikan agama diartikan suat kegiatan yang
bertujuan untuk membentuk manusia agami dengan menanamkan aqidah keimanan,
amaliah, dan budi pekerti atau akhlak. Metodologi ilmu Pengajaran Agama Islam
adalah ilmu yang membicarakan cara-cara menyajikan bahan pelajaran agama Islam
kepada islam untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien. Strategi atau pendekatan yang digunakan dalam pengajaran agama
islam lebih banyak menekankan pada suat model pengajaran “seruan dan ajakan”
yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (efektif). Sebagaimana yang
terkandung dalam Qs. An-Nahl: 125.
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua
pendekatan yang digunakan untuk menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan Hikmah,
Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang dipakai adalah salah satunya apabila
melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering
ditekankan CBSA (cara belajar siswa aktif) serta penerapannya pada bidang studi
PAI, dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2.
Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan
(follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri,
apabila ingin siswanya aktif maka seorang guru tersebut harus lebih aktif
terlebih dahulu. Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri
melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas
peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan
gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal
guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi kemampuan siswa
dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru
memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham
dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian
secara bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga
merupakan bagian dari guru me-motivasi siswa.[17]
IV.
KESIMPULAN
Asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus
dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata
lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan
bertindak untuk menciptakan proses belajar. Diantaranya ialah asas peragaan,
minat dan perhatian, motivasi, apersepsi, korelasi dan konsentrasi,
individualisasi, dan kooperatif.
Asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi
pembelajaran. Dalam metodologi pembelajaran dibahas tentang berbagai prinsip,
teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru
dapat memilih metode manakh yang layak dipakai. Sehingga tujuan pengajaran
dapat tercapai.
Penerapan
asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan.
Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran
sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan
islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung
pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk
mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru memberi
pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan
menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah berusaha membuat
makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami juga menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan makalah di kemudian hari.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[1]Bambang
Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), hlm. 265.
[4]S.
Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
hlm. 98.
[5]Ahmad
Susanto, Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana,
2013), hlm. 16-17.
[6]Agus
Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), hlm. 162-163.
[7]Agus
Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 171.
[10]Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 75.
[11]Indah
Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 50.
[14]Saekan
Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 87.
[15]Saekan
Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, hlm. 111.
[16]Ramayulis,
Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 1-2.
[17]http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-asas-asas-pembelajaran.html.
diunduh pada 02 Oktober 2014. Pukul 20:15 WIB.
Baca Juga:
Pentingnya Penelitian Naqd Al-Hadis
I’tibar Al-Sanad
Setiap Hari Anda Menghipnotis Anak-Anak Anda
Kerja Keras Bukan Jaminan Sukses?
Aplikasi Lokal yang Mendunia
Baca Juga:
Pentingnya Penelitian Naqd Al-Hadis
I’tibar Al-Sanad
Setiap Hari Anda Menghipnotis Anak-Anak Anda
Kerja Keras Bukan Jaminan Sukses?
Aplikasi Lokal yang Mendunia
No comments:
Post a Comment