Tuesday, November 15, 2016

ASAS-ASAS PEMBELAJARAN

Oleh:
Akrom Khasani

Dipresentasikan dalam kuliah Metodologi Pembelajaran


I.         PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya sebagai basis dan benteng yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media sosialissi nilai-nilai luhur. Sementara itu, kualitas dari pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar, dan mutu proses belajar mengajar ditentukan oleh berbagai komponen yang terkait satu sama lain, yaitu input peserta didik, kurukulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, dan lingkungan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru sebagai pendidik adalah berkenaan dengan prinsip-prinsp belajar dan asa-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketreampilan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembeajaran.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.  Apa definisi Asas-asas Pembelajaran?
B.  Apa saja Asas-asas Pembelajaran?
C.  Apa pentingnya Asas-asas Pembelajara?
D.  Bagaimana praktek Asas-asas Pembelajaran dalam mata pelajaran PAI?

III.   PEMBAHASAN
A.    Definisi Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), asas berarti hukum dasar, suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar. Sedangkan prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok pikiran, bertindak, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah sama, karena menjadi pokok dasr baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.[1]
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut juga usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Jadi, inti dari pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada peserta didik.[2]
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.[3] Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.

B.     Asas-asas Pembelajaran
1. Peragaan
        Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata  yang diucapkan oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa  pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat, maksud dan tujuan peragaan ialah memberikan variasi dalam cara-cara mengajar, memberikan lebih banyak realitas dalam mengajar, sehinga lebih wujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan pelajaran.[4]
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar, menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan bermacam-macam alat peraga.
b. meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c. Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d. Menyelenggarakan karya wisata
Dasar psikologi penerapan asas peragaan tersebut yakni, suatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan: Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan percobaan-percobaan yang bisa diamati oleh siswa. Peragaan tidak langsung,  dengan menunjukkan benda tiruan atau suat model. Contoh: gambar, boneka, film, foto dan sebagainya.

2. Minat dan Perhatian
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sementara perhatian, di sini mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.[5]
Minat dan perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi terkadang perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang diajarkan, oleh karena itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta didik. Untuk membangkitkan perhatian dan minat yang disengaja guru harus:
a. Dapat menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi siswa.
b. Berusaha menghubungkan apa yang diketahui siswa dengan bahan yang disajikan.
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat, berusaha menghindarkan hukuman.
d. Mengajar dengan persiapan yang baik, menggunakan meia,menghindari hal-hal yang tidak perlu, mengadakan selingan sehat.

3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang member semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam artian, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energy, terarah, dan bertahan lama.
Menurut Prasetya Irawan dkk. mengutip hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah, dan motivasi. Maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.[6]
Dalam hal ini motivasi belajar sangat berperan mendorong peserta didik mencapai keberhasilan belajar mereka. Keberhasilan yang diraihnya tentu akan menghasilkan kepuasan pada diri peserta didik. Oleh karena itu, arti penting keberhasilan belajar mendorong guru harus terampil mengembangkan strategi motivasi khususnya yang berkaitan dengan pencapaian belajar. Cara yang dapat dilakukan guru antara lain:
a.       Menggunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif bukan ancaman atau sejenisnya.
b.      Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk segera menggunakan atau mempraktikkan pengetahuan yang baru dipelajarinya.
c.       Meminta kepada peserta didik yang telah menguasai suatu keterampilan atau pengetahuan untuk membantu teman-temanya yang belum berhasil.
d.      Membandingkan prestasi peserta didik dengan dirinya di masa lalu atau dengan suatu standar tertentu, bukan dengan peserta didik yang lain.[7]

4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata  apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran, menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Apersepsi menurut Herbart adalah memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Dalam hal ini terjadi sosiasi antara tanggapan yang baru dengan tanggapan yang lama. Herbart mengemukakan bahwa yang diketahui digunakan untuk memahami sesuatu yang belum diketahui. Apersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu, karena itu pelajaran harus selalu dibangun atas pengetahuan yang telah ada.
Berdasarkan prinsip itu Herbart menganjurkan langkah-langkah berikut:
a.    Kejelasan, sesuatu diperlihatkan untuk memperdalam pengertian. Di sini guru yang terutama aktif (memberi) dan murid “Pasif” (menerima). Cara mengajar memberitahukan.
b.    Asosiasi, anak-anak diberi kesempatan untuk menghubungkan pengertian baru dengan pengalaman-pengalaman lama. Anak-anak di sini lebih aktif. Metode mengajar: Tanya Jawab, Pertanyaan.
c.    Sistem, di sini bahan baru itu ditempatkan dalam hubungannya dengan hal-hal lain. Ini hanya mingkin, jika bahan itu telah dipahami sepenuhnya. Metode: Menjelaskan, Ceramah.
d.   Metode, anak-anak mendapat tugas untuk dikerjakan. Guru memperbaiki dengan memberi petunjuk di mana perlu.[8]

5. Korelasi dan Konsentrasi
 Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang berfungsi untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan pelajaran dengan realita sehari-hari. Karena dalam realitasnya, pembelajaran di sekolah masih banyak menggunakan strategi pembelajaran yang hanya berupaya untuk menghabiskan materi pembelajaran semata sehingga kurang memberi makna bagi peserta didik. Oleh karena itu, agar aktivitas pembelajaran mampu memberikan makna bagi peserta didik yang belajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupa sehari-hari.[9]
Ada tiga tahapan dalam pelaksanaanya, yakni:
a. Tahap inisiasi, guru dapat menarik perhatian siswa dengan alat peraga, supaya kelas dapat memiliki topik, siswa dibentuk kelompok dan tiap kelompok diberi permasalahanya masing-masing.
b. Tahap pengembangan, pada tahap hal ini  kelompok-kelompok diterjunkan langsung kelapangan untuk mencari sumber data untuk materi diskusi, laporan ditulis lengkap, para siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dan guru bertindak sebagai pedamping.
c. Tahap kulminasi, sebagai tahap akhir, setelah semua kelompok dapat menyelesaikan laporan yang mereka buat maka diadakan diskusi kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para siswa dapat berperan aktif. 

6. Individualisasi
Siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik  psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya.[10] Setiap guru tentu menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas misalnya, berarti menghadapi 30 macam keunikan atau karakteristik. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pembelajaran.[11]
Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa, misalnya dengan:
a.    Menentukan penggunaan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya.
b.    Merancang pemanfaatan berbagai media dalam menyajikan pesan pembelajaran.
c.    Mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pembelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan.
d.   Memberikan remidiasi ataupun pertanyaan kepada siswa yang membutuhkan.[12]

6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.[13]
Pembelajaran koopertif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil (small goup), yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).[14]
Yang dimaksud dengan koopersi di sini adalah belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya, juga hubungan guru dengan siswa.
Adapun keuntungan-keuntungan kooperatif antara lain:
a.    Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan berpikir sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain;
b.    Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain;
c.    Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan;
d.   Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar;
e.    Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan mengembangkan keterampilan memanage waktu;
f.     Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.[15]
Ada beberapa jenis kerja sama, William Burton membagi kelompok kerja sama tersebut antara lain:
a.    Kerja kelompok, untuk memecahkan suatu problem, menganalisis masalah, pembagian tugas, kegiatan penyelidikan, dan kesimpulan.
b.    Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan masalah.
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau metode yang tidak hanya mengutamakan tercapainya kualitas siswa yang kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya seperti kesadaran siswa menyadari hakikat dirinya, hakikat hubungannya dengan orang lain dan lingkungannya.

C.  Arti Penting Asas-asas Pembelajaran
Sebelum membahas peranan atau arti penting asas pembelajaran, akan disinggung sedikit tentang didaktik dan metodik. Didaktik dapat dipahami dengan suatu ilmu yang membicarakan prinsip-prinsip dalam penyampaian pelajaran. Didaktik adalah sebagian dari pedagogik atau ilmu mengajar.
Didaktik dapat dibagi menjadi dua yaitu didaktik umum (prinsip-prinsip umum yang berkenaan dengan penyajian bahan pelajaran) dan didaktik khusus (membicarakan tentang cara mengajarkan tentang suatu mata pelajaran tertentu). Didaktik khusus juga disebut dengan Metodik atau disebut dengan metodologi Pengajaran dan terbagi dalam dua bagian, metodik umum dan khusus.[16] Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi pembelajaran.
Adapun peranan atau arti penting asas atau metodologi pembelajaran agama bagi calon guru atau pendidik agama adalah:
1.      Membahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakah yang layak dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
2.      Terlalu luasnya materi agama dan sedikitnya waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan, dalam hal ini bagaimana seorang guru berusaha mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan agama. Di sinilah fungsi metodologi pengajaran agama, jika seorang guru mempelajarinya dengan baik dapat memahami desain dan rancangan yang sesuai dengan pengajaran.
3.      Sifat pengajaran agama lebih banyak menekankan pada segi tujuan afektif (sikap) dibanding tujuan kognitif, menjadikan guru agama lebih bersifat mendidik dari pada mengajar. Metodologi pengajaran agama turut memberikan distribusi pengetahuan terhadap calon guru yang diharapkan.
                                                          
D. Praktek Asas-asas Pembelajaran dalam Mapel PAI
Bilamana dikaitkan dengan pengajaran agama islam yang harus disampaikan siswa di sekolah maupun madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih cocok dalam penyampaian materi dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diterapkan.
Pendidikan agama diartikan suat kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agami dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak. Metodologi ilmu Pengajaran Agama Islam adalah ilmu yang membicarakan cara-cara menyajikan bahan pelajaran agama Islam kepada islam untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Strategi atau pendekatan yang  digunakan dalam pengajaran agama islam lebih banyak menekankan pada suat model pengajaran “seruan dan ajakan” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (efektif). Sebagaimana yang terkandung dalam Qs. An-Nahl: 125.

 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua pendekatan yang digunakan untuk menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan Hikmah, Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang dipakai adalah salah satunya apabila melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering ditekankan CBSA (cara belajar siswa aktif) serta penerapannya pada bidang studi PAI, dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2. Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan (follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri, apabila ingin siswanya aktif maka seorang guru tersebut harus lebih aktif terlebih dahulu. Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung  pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian secara bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga merupakan bagian dari guru me-motivasi siswa.[17]
          
IV.   KESIMPULAN
Asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar. Diantaranya ialah asas peragaan, minat dan perhatian, motivasi, apersepsi, korelasi dan konsentrasi, individualisasi, dan kooperatif.
Asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi pembelajaran. Dalam metodologi pembelajaran dibahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakh yang layak dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung  pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa.

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Pemakalah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, tetapi kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.





[1]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 265.
[2]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 4.
[3]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 266.
[4]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 98.
[5]Ahmad Susanto, Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 16-17.
[6]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 162-163.
[7]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 171.
[8]S. Nasution, Diktatik: Asas-asas Mengajar, hlm. 156-158.
[9]Bambang Warsito, Teknologi Pembelajaran dan Aplikasinya, hlm. 272.
[10]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 75.
[11]Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 50.
[12]Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, hlm. 82.
[13]Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, hlm. 54-55.
[14]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 87.
[15]Saekan Muchtith, dkk., Cooperatif Learning, hlm. 111.
[16]Ramayulis, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 1-2.

No comments:

Post a Comment