1.
Riwayat
Hidup Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali lahir pada
tahun 1059 M, Di Ghazaleh suatu kota kecil yang terletak di dekat Tus di
Khurasan. Di masa mudanya ia belajar di Nisyapur (juga di Khurasan) yang pada
waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan yang penting di dunia
Islam. Ia kemudian menjadi murid Imam Al-Haramaim al-Juwaini. Guru Besar di
Madrasah al-Nizamah Nisyapur. Diantara matapelajaran-matapelajaran yang
diberikan di Madrasah ini ialah : teologi, hokum Islam, filsafat, logika,
sufisme dan ilmu-ilmu alam.
Dengan perantara Al-Juwaini, Al-Ghazali
berkenalan dengan Nizam al-Mulk, Perdana Menteri Sultan Seljuk Maliksyah. Nizam
al-Mulk adalah pendiri dari madrasah-madrasah al-Nizamiah. Ditahun 1091 M,
al-Ghazali diangkat menjadi guru di Madasah Al-Nizamiah di Baghdad.
Al-Ghazali dalam sejarah filsafat Islam
dikenal sebagai orang yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya. Perasaan
syak ini krlihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilm al-kalam atau teologi yang diperolehnya dari al-Juwaini. Sebagai
diketahui dalam ilm al-kalam terdapat
beberapa aliran yang saling bertentangan. Timbullah pertanyaan dalam diri
al-Ghazali: aliran manakah yang betul-betul benar diantara semua aliran itu?
Sebagai dijelaskan Al-Ghazali dalam
bukunya لمنقذ من الضلالIa ingin mencari kebenaran yang
sebenarnya; yaitu kebenaran yang diyakininya betul-betul merupakan kebenaran,
seperti kebenaran sepuluh lebih banyak dari tiga. “Sekiranya ada orang yang
mengatakan bahwa tiga lebih banyak dari sepuluh dengan argument bahwa tongkat
dapat ia jadikan ular, dan hal itu memang betul ia laksanakan, saya akan kagum
melihat kemampuannya, tetapi sungguhpun demikian keyakinan saya bahwa sepuluh
lebih banyak dari tiga tidak akan goyang”. Serupa inilah, menurut al-Ghazali
pengetahuan yang sebenarnya.
Pada mulanya pengetahuan serupa itu
dijumpai al-Ghazali dalam hal-hal yang ditangkap dengan pancaindra, tetapi
baginya kemudian ternyata bahwa pancaindera juga berdusta. Sebagai umpama ia
sebut:
a. Bayangan
(rumah) kelihatannya tak bergerak, tetapi akhirnya bertpindah tempat.
b. Bintang-bintang
di langit kelihatannya kecil, tetapi perhitungan menyatakan bahwa
bintang-bintang itu lebih besar dari bumi.
Karena idak percaya pada
pancaindera lagi, ia kemudian meletakkan kepercayaannya pada akal juga ternyata
tak dapat dipercayai. Sewaktu bermimpi, demikian al-Ghazali, orang melihat
hal-hal yang kebenarannya diyakini betul-betul tetap setelah bangun ia sadar,
bahwa apa yang ia lihat benar itu, sebetulnya tidaklah benar. Tidaklah mungkin
apa yang sekarang dirasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran
yang lebih dalam timbul akan ternyata tidak benar pula, sebagaimana halnya
dengan orang yang telah bangun dan sadar dari tidurnya?
2.
Kritik
Terhadap Filosof-Filosof
Ia mempelajari
falsafat, kelihatannya untuk menyelidiki apakah pendapat-pendapat yang
dimajukan filosof-filosof itulah yang merupakan kebenaran. Baginya ternyata
bahwa argument-argumen yang mereka majukan tidak kuat dan menurut keyakinannya
ada yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Akhirnya ia mengambil sikap
menentang terhadap falsafat. Diwaktu inilah ia mengarang bukunya yang bernama مقا صد الفلاسفة
(Pemikiran Kaum Filosof) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin ditahun 1145 M. oleh Dominicus
Gundissalimus di Toledo dengan judul : Logica
et Philosophia Algazelis Arabis. Dalam buku ini ia menjelaskan
pemikiran-pemikiran filsafat, terutama menurut Ibnu Sina. Sebagai dijelaskan
oleh Al-Ghazali sendiri dalam Pendahuluan, buku itu dikarangnya untuk
mengkritik dan menghancurkan falsafat. Kritikan itu datang dalam bentuk buku
yaitu الفلاسفة
تهافث. (Kekacauan Pemikiran Filosof-Filosof atau The
Incoherence of the Philosophers).
Sebagai halnya dalam ilm al-kalam, dalam filsafat al-Ghazali
juga menjumpai argument-argumen yang tidak kuat. Akhirnya dalam tasawuflah ia
memperoleh apa yang dicarinya. Setelah tidak merasa puas dengan ilm al-kalam dan falsafat, ia
meninggalkan kedudukannya yang tinggi di Madrasah al-Nizamiah-Baghdad di tahun
1095 M. dan pergi ke Damaskus bertapa di salah satu menara Mesjid Umawi yang
ada disana. Setelah bertahun-tahun mengembara sebagai sufi ia kembali ke Tus
ditahun 1105 M. dan meninggal di sana ditahun
1111 M.
Tasawuflah yang dapat menghilangkan
rasa syak yang lama mengganggu dirinya. Dalam tasawuflah ia memperoleh
keyakinan yang dicari-carinya. Pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan
Tuhan kedalam dirinya, itulah yang membuat al-Ghazali memperoleh keyakinannya
kembali. Mengenai cahaya ini al-Ghazali mengatakan:
وذلك النور هو مفتاح
اكثر المعارف فمن ظن ان الكشف موقوف على الادلة المحررة فقد ضيق رحمةالله تعالى
الواسعة ...هو نوريقذفه الله تعالى فى القلب
“Cahaya itu adalah kunci dari kebanyakan pengetahuan
dan siapa yang menyangka bahwa kasyf (pembukaan tabir) bergantung pada
argument-argumen, sebenarnya telah mempersempit rahmat Tuhan yang demikian
luas… Cahaya yang dimaksud adalah cahaya yang disinarkan Tuhan kedalam
hati-sanubari seseorang”
Dengan demikian satu-satunya pengetahuan
yang menimbulkan keyakinan akan kebenarannya bagi al-Ghazali ialah pengetahuan
yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan tasawuf.
Sebagai dijelaskan di atas, al-Ghazali
tidak percaya pada falsafah, bahkan memandang filosof-filosof sebagai اهل البدعyaitu tersesat dalam beberapa
pendapat mereka. Di dalam تهافت الفلاسفة. Al-Ghazali menyalahkan filosof-filosof
dalam pendapat-pendapat berikut:
a.
Tuhan tidak mempunya sifat.
b.
Tuhan mempunya substansi بسيط
(sederhana, simple) dan tidak
mempunyai ماهية(hakekat, quiddity).
c.
Tuhan tidak mengetahui جزئيات(perincian, particulars).
d.
Tuhan tidak dapat diberi sifat الجنس(jenius, genus) dan الفصل(differentia).
e.
Planet-planet adalah binatang yang
bergerak dengan kemauan.
f.
Jiwa planet-planet mengetahui semua جزئيات
g.
Hukum alam tak dapat berubah.
h.
Pembangkitan jasmani tidak ada.
i.
Alam ini tidak bermula.
j.
Alam ini akan kekal.
Tiga dari kesepuluh pendapat di atas,
menurut al-Ghazali membawa kepada kekufuran yaitu:
a.
Alam kekal dalam arti tak bermula.
b.
Tuhan tak mengetahui perincian dari
apa-apa yang terjaga di alam.
c.
Pembangkitan jasmani tidak ada.
Pendapat bahwa alam kekal dalam arti
tidak bermula tak dapat diterima dalam teologi Islam. Dalam teologi, Tuhan
adalah Pencipta. Dan yang dimaksud dengan Pencipta ialah yang menciptakan
sesuatu dari tiada (creato ex – nihilo).
Dan kalau alam (dalam arti segala yang ada selain dari Tuhan) dikatakan tidak
bermula, maka alam bukanlah diciptakan dan dengan demikian Tuhan bukanlah
Pencipta. Dan dalam Qur’an disebut bahwa Tuhan adalah Pencipta segala-galanya.
Menurut al-Ghazali tidak ada orang Islam yang menganut bahwa alam ini tidak
bermula.
Dalam ketiga hal di atas, kaum filosof,
kata al-Ghazali dengan terang-terangan menentang nas atau teks Qur’an.
Jawaban dari pihak filosof-filosof
terhadap serangan-serangan al-Ghazali ini diberikan kemudian oleh Ibn Rusyad
dalam bukunya تهافت التهافت (Kekacauan dalam
Kekacauan, The Incoherence of the Incoherence).
3.
Tiga
Golongan Manusia
Dalam pada itu al-Ghazali membagi umat
manusia kedalam tiga golongan;
a. Kaum
awam, yang cara berfikirnya sederhan sekali.
b. Kaum
pilihan ) (الخواصyang aklnya tajam dan
berfikir secara mendalam.
c. Kaum
penengkar (اهل
الجدل)
Kaum awam dengan daya akalnya yang
sederhana sekali tidak dapat menangkap hakekat-hakekat. Mereka mempunyai sifat
lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi
nasehat dan petunjuk (الموعظة). Kaum pilihan yang daya akalnya kuat dan mendalam harus
dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat, sedang kaum penengkar dengan sikap
mematahkan argument-argumen (المجادلة)
Inilah yang dimaksud ayat :
ادع
الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجاد لهم بالتى هى احسن
“Panggillah
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan menjelaskan hikmat-hikmat serta memberi
petunjuk-petunjuk baik dan patahkanlah argument-argumen mereka dengan yang
lebih kuat”.
Dalam hubungan ini Syekh Sulaiman Dunya
dari Al-Azhar, Cairo, mengatakan bahwa al-Ghazali keliahatannya memberikan
keterangan-keterangan yang berlainan kepada kaum awam dan kepada kaum pilihan;
al-Ghazali menggambarkan hakekat dengan cara yang berlainan menurut situasi
yang dihadapinya.
Sebagai filosof-filosof dan ulam-ulama
lain, al-Ghazali dalam hal ini, membagi manusia ke dalam dua golongan besar,
awam dan khawas, yang daya tangkapnya
tidak sama, dan oleh karena itu apa yang dapat diberikan kepada golongan khawas tidak selamanya dapat diberikan
kepada kaum awam. Dan sebaliknya pengertian kaum awam dan kaum khawas tentang hal yang sama tidak
selamanya sama, tetapi acap kali berbeda, dan berbeda menurut daya berpikir
masing-masing. Kaum awam membaca apa yang tersurat dan kaum khawas, sebaliknya, membaca apa yang
tersirat.
As stated by Stanford Medical, It's indeed the one and ONLY reason this country's women live 10 years longer and weigh an average of 19 KG less than we do.
ReplyDelete(Just so you know, it is not related to genetics or some secret exercise and EVERYTHING to around "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...
CLICK this link to find out if this quick questionnaire can help you release your real weight loss possibility