Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah salah satu gangguan yang
disebabkan oleh trauma secara akumulatif ketika tangan digerakkan
berulang-ulang pada periodesasi waktu yang lama yang menyebabkan penyempitan
pada terowongan karpal sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus pada
telapak tangan (Haque, 2009 ; Woodall, 2012).
Peradangan tersebut mengakibatkan
jaringan di sekitar saraf menjadi bengkak, sendi menjadi tebal, dan akhirnya
menekan saraf medianus (saraf tengah) dibagian pergelangan tangan yang dapat
mengakibatkan parastesia, mati rasa, dan kelemahan otot di tangan (Aizid,
2011). Pada awalnya gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal
(numbness) dan rasa seperti aliran listrik (tingling) dan biasanya gejala
pertama timbul saat malam hari.
Gerakan berulang pada pergelangan
tangan banyak dijumpai pada pekerja kantoran yang pekerjaan utamanya adalah
duduk di depan komputer, selain itu gerakan berulang juga dijumpai pada petani
pemetik teh secara manual.
Salah satu faktor resiko
terjadinya CTS yaitu jenis kelamin, terutama perempuan. Resiko terjadinya CTS
pada wanita 3 kali lipat lebih banyak daripada pria dan banyak terjadi pada
usia 40-50 tahun. Selain itu sebuah studi yang dilakukan oleh Roquelaure (2008)
tentang hubungan stuatus pekerjaan dengan tingkat insiden CTS menunjukkan bahwa
tingkat kejadian rata-rata CTS lebih
tinggi daripada individu yang menganggur.
Carpal Tunnel Syndrome dibagi menjadi ringan, sedang dan berat
(Asworth, 2009) :
1. Ringan / mild / level 1, memiliki kelainan
sensorik saja pada pengujian elektrofisiologis. Gejala CTS dapat berkurang
dengan istirahat atau pijat.
2. Sedang / moderate / level 2, memiliki gejala
sensorik dan motorik. Gejala lebih intensif, test orthopedic dan neurologic
mengindikasikan adanya kerusakan syaraf.
3.
Berat / severe / level 3, gejala lebih parah,
mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri konstan.
Baca Juga: Tentang: Perbedaan Dermatosis dan Dermatitis
Diagnosis CTS dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan
menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik,
sensorik dan otonom tangan.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
3. Pemeriksaan radiologis, menggunakan sinar x
terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain
(fraktur atau arthritis).
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan (Aizid, 2011):
1.
Biasakan agar pergelangan tangan dalam posisi
lurus atau netral
2.
Gunakan semua jari untuk memegang benda
3.
Usahakan selalu mengistirahatkan tangan setiap
15-20 menit disela-sela kesibukan
4.
Gunakan pulpen dengan diamater besar agar
mengurangi tekannan
5.
Rutin melakukan latihan peregangan otot-otot
tangan dan lengan bawah.
Terapi untuk mengobati CTS (Aizid, 2011):
1.
Terapi konservatif
-
Istirahatkan pergelangan tangan
-
Obat anti inflamasi non steroid
-
Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan
tangan
-
Nerve gliding
-
Injeksi steroid
-
Vitamin B6 (piridoksin)
-
Fisioterapi
2.
Terapi operatif (pembedahan)
-
Dekompreasi terbuka
-
Dekompresi endoskopik
Sumber:
Aizid, Rizem. 2011. Babat ragam penyakit paling sering menyerang
orang kantoran. Jakarta : flashbook.
Ashworth, Nigel. 2009. Clinical Evidence Carpal Tunnel Syndrome.
Edmonton Canada: Associate Profesor University of Alberta.
Haque, Mustafa, M.D. 2009. Carpal Tunnel Syndrome. Georgetown University
Hospital USA: U.S. Departement of Health and Human Services,
Office on Women’s Health.
Woodall
C., 2012. Clinical Guideline for The Conservative Management of
Carpal
Tunnel Syndrome. Advanced Musculoskeletal
Physiotherapist:
Clinical
Guideline Ratification Group. 1:2-6
No comments:
Post a Comment