Konten ini bersumber dari laman Kemendikbud.go.id, sebagai bahan belajar bersama tentang sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Belajar dari sejarah berarti belajar memahami dan mencermati kronologi suatu peristiwa yang sudah lampau, mengambil nilai-nilai positif, dan menjadikannya sebagai tolok ukur di masa sekarang dan bekal di masa yang akan datang. Ada yang bilang ini merupakan kekuatan dari sejarah (The power of history).
"Kekuatan sejarah adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana kaitannya dengan manusia yang bersifat kuat. atau , penyebab terjadinya suatu peristiwa tidak hanya satu faktor, melainkan beberapa faktor yang saling berkaitan." (brainly.co.id)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan
untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial
penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental
sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu
tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya
memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan
sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia
Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat dikatakan pada masa ini
stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program
yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa
demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian
kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr.
Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K).
Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk
Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan
menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin,
RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di
era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi
dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi
ujian berat bagi bangsa Indonesia.
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat dipegang Sujono.
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI
berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi
Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin Presiden
Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup banyak dan
beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun.
Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta
didik, normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa,
merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978
tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan
juga berkembang pesat pada era Orde Baru tersebut.
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar.
Era Reformasi (1998-2011)
Setelah berjaya memenangkan enam
kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada
tahun 1998 Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi
besar-besaran di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan
jabatannya. Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999
yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk
Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc. Pemilihan Umum 2004 dan 2009 rakyat Indonesia memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut Susilo Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendiknas dijabat Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh.
Pada tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun
2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijakan pendidikan di era reformasi antara lain
perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi undang-undang pendidikan dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Ujian Nasional (UN), sertifikasi
guru dan dosen, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pendidikan karakter, dan
lain-lain.
(Sumber: www.kemdikbud.go.id)
No comments:
Post a Comment