Kali ini saya akan menyajikan artikel
yang diambil dari buku Animal-Based
Management, buah karya Satrio Wahono
dan Dofa Purnomo. Buku yang menjelaskan kepada kita tentang karakter dan
tingkah laku hewan (semacam fabel yang diceritakan pada anak-anak) yang
memfokuskan pada sisi management.
Semut secara tradisional adalah
perlambang kerja keras dan pertemanan. Lihat saja, di Indonesia semut hitam
menjadi sebutan yang ditujukan bagi kaum pekerja. Kalau kita mengamati semut
secara sambil lalu, terlihat betapa semut adalah hewan yang kompak. Apabila melihat
gula atau makanan, semut segera berkerumun dan membawa remah-remah itu secara
bersama-sama. Semut memiliki semangat kolektivitas yang tinggi seperti penguin.
Hanya saja, kalau penguin lebih diibaratkan sebagai kecerdasan kolektif, semut
condong menjadi metafora untuk semangat bahu-mambahu menyelesaikan pekerjaan (getting things done).
Watak bahu-membahu semut inilah yang
mengilhami Nathan Abrian membangun CNI, pelopor MLM di Indonesia. Abrian ingin
mengibaratkan MLM-nya bagaikan semut karena semut suka bergotong royong atau –
menurut perkataan Abrian – “kuncinya berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
Abrian melanjutkan analogi yang diturunkan menjadi prinsip 10 karakter Semut,
sekaligus merupakan filosofi dasar CNI Indonesia. Kesepuluh karakter tersebut
yaitu positif dan antusias, berinisiatif, rendah hati, kreatif dan inovatif,
produktif, berkomitmen dan tabah, disiplin dan bertanggung jawab, bekerja sama,
komunikatif, serta peduli.
Beranjak dari sini, CNI mewujudkan model
bisnis inovatif yang intinya adalah bisnis berbasiskan kesetaraan – dalam arti
kalau yang satu berhasil, yang lain juga harus berhasil. Model bisnis inovatif
CNI disertai pula dengan inovasi pelayanan kepada anggota, misalnya mejadikan bisnis
MLM sebagai bisnis yang bisa diwariskan. Dengan berbagai inovasi ini, CNI terus
bertahan sebagai pemain utama di bisnis pemasaran berjenjang atau multi level marketing dengan omzet
sekitar 1 triliun rupiah/tahun.
Karakter positif semut bukan hanya dari
segi bahu-membahu, melainkan juga dari segi betapa semut mampu menyelesaikan
pekerjaan secara sangkil dan mangkus (effective
and efficient). Amati saja bagaimana semut menemukan dan melacak makanan. Tak
ada yang ingin membuang-buang waktu. Semut ingin mencari jalan tercepat untuk
sampai ke tempat tujuan.
Bagaimana semut melakukan hal tersebut? Pada
banyak spesies semut, pelacak mekanan khusus dikirim menempuh jalur-jalur acak
untuk mencari makanan. Selama pencarian, setiap semut pelacak makanan
melepaskan feromon yang akan menarik perhatian semut-semut lain. Semut yang
menemukan jalur tercepat dari sarang ke makanan akan memiliki aroma feromon
paling kuat karena lebih sering dilalui. Bau kuat ini membuat semut-semut lain memilih
jalur tersebut. Lama-kelamaan jalur itu menjadi jalur dominan feromon semut dan
menciptakan jalan bebas hambatan sebagai jalur tercepat untuk sampai ke sumber
makanan.
(Sumber:
Satrio Wahono dan Dofa Purnomo, Animal-Based Management, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010)
No comments:
Post a Comment