Thursday, November 30, 2017

Info Kemensos: Pornografi Picu Anak Lakukan Kekerasan Seksual

Jakarta, 30/11/2017. Pornografi merupakan pemicu terkuat yang mendorong seorang anak  melakukan kekerasan seksual terhadap anak lain. Angka persentasenya mencapai 43%. Hal ini disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa usai mencermati hasil Penelitian Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak yang dipaparkan dalam konferensi pers hari ini di Jakarta.

Selain itu, Menteri Sosial juga menekankan bahwa keberadaan keluarga yang utuh tidak menjamin keselamatan anak dari kasus kekerasan seksual. Mencermati bahwa mayoritas korban kekerasan seksual (35,44%) berkarakteristik pendiam dan pemalu, Mensos menyampaikan perlunya pendampingan dan dorongan agar mereka tumbuh lebih percaya diri sehingga tidak menjadi korban.


Penelitian tentang kekerasan seksual anak terhadap anak dilakukan guna menyikapi fenomena meningkatnya jumlah anak sebagai pelaku kekerasan seksual. Penelitian dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta bekerja sama dengan End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia  di 5 wilayah yakni Jakarta Timur, Magelang, Yogyakarta, Mataram dan Makassar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga, pelaku dan korban kekerasan seksual, mengidentifikasi faktor determinan yang mendorong anak melakukan kekerasan seksual, mengindentifikasi upaya penanggulangan yang telah dilakukan sejumlah lembaga dan merumuskan model perlindungan sosial yang tepat.

Hasil penelitian tentang karakteristik sosial ekonomi keluarga, pelaku dan korban menunjukkan bahwa 55% merupakan keluarga utuh dan 45% nya merupakan keluarga cerai/ meninggal. Adapun tentang pekerjaan orang tua, 46% ayah bekerja sebagai buruh dan 48% ibu bekerja sebagai buruh. Terkait pendidikan ayah, sebanyak 40,82 % menjawab tidak tahu sedangkan 22,45% berpendidikan SD. Sedangkan tentang pendidikan ibu, sebanyak 32,65% menjawab tidak tahu dan 24,49% berpendidikan SMA.

Hasil penelitian juga menunjukkan pelaku kekerasan semua berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata usia 16 tahun. Kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku melalui melalui paksaan (67%). Adapun bentuk kekerasan yang dilakukan berupa sentuhan/rabaan organ sensitif (30%) hingga hubungan badan (26%). Mayoritas pelaku masih tinggal dengan orang tua (61,22%). Tempat terjadinya kekerasan seksual diantaranya di rumah teman (30,56%) dan di rumah korban (19,44%). Mayoritas pelaku dan korban telah saling kenal (87%).

Terkait korban, rentang usia mereka adalah 5 – 17 tahun. Karakteristik korban sebanyak 35,44% bersifat pendiam, cengeng dan pemalu. Sebanyak 24,05% bersifat hiperaktif, bandel dan nakal. Sebanyak 13,92% senang berpakaian minim.

Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor determinan yang mempengaruhi anak melakukan kekerasan seksual. Hasil yang didapat adalah pornografi (43%), pengaruh teman (33%), pengaruh narkoba/ obat (11%), pengaruh historis pernah menjadi korban (10%) dan pengaruh keluarga (10%).

Hasil penelitian memberikan rekomendasi jangka pendek dan jangka panjang. Rekomendasi jangka pendek berupa Pelatihan pekerja sosial dan sakti peksos sebagai tenaga pendamping anak; Pembuatan panduan ringkas (booklet/ digital content) untuk masyarakat berisi langkah teknis pemberian pendampingan; dan Pembuatan iklan layanan masyarakat yang secara masif ditayangkan sebagai langkah pencegahan.

Rekomendasi jangka panjang berupa Penyusunan dan implementasi Rencana  Aksi nasional Penghapusan Tindak Kekerasan Seksual Anak dengan fokus pencegahan pada family and community base child protection serta pemulihan pelaku melalui multi system therapy; Peningkatan kapasitas penanganan anak dan kapasitas pekerja sosial; Penyusunan rekomendasi kepada Kemenkominfo untuk membuat kebijakan tentang smart mobile phone khusus anak; Pemberian perlakuan khusus kepada anak pelaku kekerasan seksual; dan Harmonisasi legislasi nasional dengan instrumen internasional yang telah diratifikasi, terutama Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak


Dari hasil penelitian tersebut, dapat dirumuskan model kebijakan nasional penanggulangan kekerasan seksual anak terhadap anak berupa pengurangan pelesiran internet pada anak; pengembangan terapi multi sistem pada pelaku kekerasan; peningkatan kapasitas pekerja sosial; penguatan pembinaan anak pelaku kekerasan berbasis komunitas; peningkatan sinergitas lembaga penegak hukum dan institusi perlindungan anak; serta perubahan legislasi terkait penanganan pelaku kekerasan.


(Sumber: www.kemsos.go.id)

No comments:

Post a Comment