Saturday, September 16, 2017

Obat PCC Mengandung Carisoprodol

Diansir dari laman Liputan6.com. Sekitar 50 anak di Kendari, Sulawesi Tenggara, menjadi korban penyalahgunaan obat berlabel PCC. Akibatnya anak-anak mengalami gejala seperti mengamuk dan berontak. Lantas, apa sebenarnya obat PCC itu?


Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bahwa tablet Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) yang membuat puluhan penggunanya masuk ke rumah sakit di Kendari, mengandung obat keras Carisoprodol. BPOM juga menjelaskan dari hasil uji laboratorium menunjukkan tablet PCC positif mengandung Carisoprodol, yang izin edarnya sudah dibatalkan. Pembetalan ini merujuk dari dampak penyalahkgunaan Carisoprodol yang lebih tinggi dibanding dengan efek terapinya. Dilansir dari laman Tribunnews.com.

Sebenarnya apa sih Carisoprodol itu? Kok banyak yang nenyalahgunakan? Hmm...
Search Google

Carisoprodol biasanya digunakan bersamaan dengan istirahat dan terapi fisik untuk mengobati kondisi otot rangka seperti nyeri atau luka. Obat yang mengandung zat aktif Carisoprodol memiliki efek farmakologis sebagai relaksan otot tapi hanya berlangsung singkat dan di dalam tubuh akan segera dimetabolisme menjadi metabolit berupa senyawa Meprobamat yang menimbulkan efek menenangkan.

Penyalahgunaan Carisoprodol dalam banyak kasus digunakan untuk menambah rasa percaya diri, sebagai obat penambah stamina, bahkan juga digunakan oleh pekerja seks komersial sebagai obat kuat. Penyalahgunaan obat juga bisa menyebabkan kecanduan, overdosis atau kematian.

Baca Juga:

4 Manfaat Mendonor Darah

Ternyata Telinga Berdenging Bukan Tanda Kamu “Digosipin”


Efek samping Carisoprodol
Carisoprodol dapat menyebabkan efek samping yang dapat mengganggu pikiran atau reaksi seseorang. Hati-hati jika kamu menyetir atau melakukan apapun yang mengharuskan kamu terjaga. Obat ini dapat meningkatkan rasa kantuk dan pusing. Selain itu, carisoprodol juga berbahaya bagi orang yang mengidap penyakit hati, ginjal dan memiliki riwayat kejang.

Biasanya penggunaan Carisoprodol hanya bisa digunakan dalam waktu singkat, yaitu dalam kurun waktu 2 atau 3 minggu kecuali dokter yang meresepkan.

Kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi berharap Badan Narkotika Nasional (BNN) segera mengidentifikasi kandungan obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam kelompok adiktif.


(Dari berbagi sumber)

No comments:

Post a Comment