Diansir dari laman Liputan6.com. Sekitar 50 anak di
Kendari, Sulawesi Tenggara, menjadi korban penyalahgunaan obat berlabel PCC. Akibatnya
anak-anak mengalami gejala seperti mengamuk dan berontak. Lantas, apa
sebenarnya obat PCC itu?
Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bahwa tablet Paracetamol Cafein
Carisoprodol (PCC) yang membuat puluhan penggunanya masuk ke rumah sakit di
Kendari, mengandung obat keras Carisoprodol. BPOM juga menjelaskan dari hasil uji
laboratorium menunjukkan tablet PCC positif mengandung Carisoprodol, yang izin
edarnya sudah dibatalkan. Pembetalan ini merujuk dari dampak penyalahkgunaan Carisoprodol
yang lebih tinggi dibanding dengan efek terapinya. Dilansir dari laman Tribunnews.com.
Sebenarnya
apa sih Carisoprodol itu? Kok banyak yang nenyalahgunakan? Hmm...
Carisoprodol biasanya digunakan
bersamaan dengan istirahat dan terapi fisik untuk mengobati kondisi otot rangka
seperti nyeri atau luka. Obat yang mengandung zat aktif Carisoprodol memiliki
efek farmakologis sebagai relaksan otot tapi hanya berlangsung singkat dan di
dalam tubuh akan segera dimetabolisme menjadi metabolit berupa senyawa Meprobamat
yang menimbulkan efek menenangkan.
Penyalahgunaan
Carisoprodol dalam banyak kasus digunakan untuk menambah rasa percaya diri,
sebagai obat penambah stamina, bahkan juga digunakan oleh pekerja seks
komersial sebagai obat kuat. Penyalahgunaan obat juga bisa menyebabkan
kecanduan, overdosis atau kematian.
Baca Juga:
4 Manfaat Mendonor Darah
Ternyata Telinga Berdenging Bukan Tanda Kamu “Digosipin”
Efek
samping Carisoprodol
Carisoprodol dapat menyebabkan efek
samping yang dapat mengganggu pikiran atau reaksi seseorang. Hati-hati jika kamu
menyetir atau melakukan apapun yang mengharuskan kamu terjaga. Obat ini dapat
meningkatkan rasa kantuk dan pusing. Selain itu, carisoprodol juga berbahaya
bagi orang yang mengidap penyakit hati, ginjal dan memiliki riwayat kejang.
Biasanya
penggunaan Carisoprodol hanya bisa digunakan dalam waktu singkat, yaitu dalam
kurun waktu 2 atau 3 minggu kecuali dokter yang meresepkan.
Kata Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi berharap Badan
Narkotika Nasional (BNN) segera mengidentifikasi kandungan obat sekaligus
menetapkan status zat tersebut dalam kelompok adiktif.
(Dari berbagi sumber)
No comments:
Post a Comment